Rebutan Harta Terjadi Di Mana-mana
Kita biasa mendengar istilah rebutan kekuasaan di dalam kerajaan, republik, kekaisaran, bahkan dalam komunitas sekalipun. Sejak ribuan tahun lalu, manusia juga berebut harta dalam keluarga, memburu harta karun, merampok hasil bumi dengan berbagai cara.
Penulis best seller, PM Susbandono memberikan ulasan menarik tentang terjadinya rebutan harta, yang sayangnya terjadi di mana-mana. Mari kita simak bersama, barangkali ada intisari yang bisa dipetik untuk inspirasi, sehingga tidak terjadi di kemudian hari, paling tidak dalam diri kita atau keluarga kita.
*Rebutan Harta Terjadi Di Mana-mana*
(Pesan dari Film : “How to Make Millions Before Grandmother Dies”)
@pmsusbandono
29 Mei 2024
Rupanya tak hanya terjadi di Indonesia, cerita mengenai keluarga inti bertikai gara-gara harta warisan.
Kisah ini saya tonton dari sebuah film buatan Negari Gajah Putih, Thailand, berjudul “How To Make Millions Before Grandmother Dies.” Saya nonton berdua di gedung bioskop Bintaro Exchange, 2 hari lalu.
Kisahnya sederhana, tapi dibesut mendalam hingga membuat penonton banyak yang _mbrebes mili._
Seorang pemuda, bernama M, berhenti kerja dan memilih merawat sang nenek.
Eyang putri, yang biasa dipanggil Amah ini, menderita kanker dan diperkirakan hidupnya tak lama lagi.
Mengharapkan warisan dari harta simpanan sang nenek, adalah alasan mengapa M bersedia menjadi cucu yang “baik hati”.
Ternyata M tidak sendirian. Paklik bungsunya, Soei, mempunyai niat sama. Dia didera utang hingga terpaksa bersaing “merompak harta karun”.
Chew, ibu M, anak tengah Amah, nampaknya netral.
Meski sudah menduga bahwa M tidak tulus dalam merawat neneknya, Chew membiarkan kisah terus berputar. Sementara Kiang, pakde tertua, dikesankan netral, karena kaya dan sudah tak butuh duit lagi.
Drama keluarga terus bergulir. Si paman berhasil menyedot duit ibunya untuk membayar utang dan M _"ngaplo"_ meski sudah _“ketekuk ringkel”_ merawat dengan telaten sang nenek. Tetap saja dia tak mendapat apa-apa.
Dari situlah kemudian niat jahat M bertahap berubah menjadi ketulusan. Dia benar-benar mencintai neneknya dan berusaha semaksimal mungkin melayani Amah yang keadaannya semakin memburuk.
Film ini telah berhasil merebut simpati penonton Indonesia dengan menyedot lebih dari satu juta penonton.
Mungkin karena tradisi dan budayanya yang mirip (meski agama kebanyakan masyarakatnya berbeda), tapi sifat culas karena uang, dan sifat tulus karena bela rasa bercampur-baur hingga sulit menilainya secara hitam-putih.
Pesan yang berlaku universal adalah hati-hati dengan harta.
Ia bisa membutakan hati dan mata sekaligus.
Tiba-tiba saya teringat ucapan spontan Babe Benyamin, dalam film seri “Si Doel”.
Mandra (adik iparnya) sewot karena ditagih saat kurang memberikan uang setoran oplet.
“Sama adik kok itungan amat”.
“Tau ngga lu, duit ngga punya saudara”
Saya terdiam sejenak, sebelum kemudian menyetujui celetukan Benyamin.
Ketika seseorang dalam posisi yang “baik-baik” saja, bisa jadi “duit kenal saudara”.
Tapi dalam keadaan yang terdesak, maka hubungan darah bisa berakhir.
Jangankan rasa kasihan dan bela rasa, kekejaman dan permusuhan yang _“nyundul langit”_ tiba-tiba muncul seketika di antara keluarga, kalau duit sudah bicara.
Seorang bapak setengah baya didampingi isterinya mengeluh di video dan disiarkan melalui media sosial. Dia cerita diusir oleh anak kandungnya dari rumah miliknya.
Saya tak tahu mengapa tragedi pengusiran itu bisa terjadi. Tetapi apa pun sebabnya dan bagaimana pun mulanya, hubungan keluarga yang paling dekat, bisa terputus bahkan terbakar, gara-gara harta.
Cerita yang menyedihkan seperti ini dengan tema “permusuhan antar saudara karena harta” masih bisa ditulis panjang kali lebar dengan berbagai versi dan manifestasinya.
Kalau antar bapak-anak pun bisa meledak, jangan sebut hubungan
antar bukan saudara.
Benyamin tak salah kata, meski mungkin diucapkan terlalu kasar dan terbuka.
Itulah mengapa jangan gegabah dengan mengatakan itu tak akan terjadi di kalangan saya.
Kenyataan di luar sana membuktikan bahwa suasana baik-baik saja bisa jadi terbangun karena memang uang atau hartanya belum/tidak ada. Bisa juga karena kebutuhan belum mendesak sehingga pertikaian belum muncul ke permukaan.
Saat ini semuanya masih aman dan damai sejahtera dalam level anak, tetapi tiba-tiba meledak dalam level cucu, keponakan atau malahan cicit.
Tak ada salahnya kalau selalu waspada dan super hati-hati bila berkaitan dengan harta.
Uang begitu mudah memicu egoisme dan menggoda pemiliknya untuk menyalahgunakannya.
_“Money only appeals to selfishness and always tempts its owner irresistibly to abuse it”_ (Einstein)
Comments
Post a Comment