Respon Rudi S. Kamri pada Presiden Jokowi terkait naiknya iuran BPJS

BPJS disiapkan dan diputuskan secara tergesa-gesa pada pemerintahan Presiden SBY atau Susilo Bambang Yudhoyono dan mendapat persetujuan DPR saat itu yang dituangkan pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. 

BPJS sebenarnya mempunyai tujuan baik untuk memberikan jaminan sosial dan kesehatan secara nasional baik untuk rakyat maupun para pekerja. Setelah berjalan beberapa tahun, Presiden Joko Widodo sempat menaikkan iuran BPJS ini namun dibatalkan oleh MA, dan akan dinaikkan kembali, dan mulai berlaku pada 1 Juli 2020. 

Lalu apa tanggapan Rudi S. Kamri, seorang pemerhati politik dan sosial yang juga meruapakan Chairman RdS Institute yang berkedudukan di Jakarta ini? 


Kenaikan Iuran BPJS: 
Mengisi Air Ke Kapal Bocor Di Tengah Badai

Oleh:

Rudi S Kamri

Presiden Jokowi pada 5 Mei 2020 menandatangani beleid baru tentang kenaikan iuran BPJS melalui Perpres nomor 64 tahun 2020 yang akan berlaku mulai 1 Juli 2020. Rincian kenaikan iuran sesuai dalam Perpres sebagai berikut:
1. Kelas I dari Rp 80.000 jadi Rp 150.000
2. Kelas II dari Rp 51.000 jadi Rp 100.000
3. Kelas III dari Rp 25.500 jadi Rp 35.000
(Berlaku 1 Januari 2021).
 
Iura BPJS, Presiden Jokowi, Jokowi, Joko Widodo, Rudi S Kamri, Covid-19, Virus Corona, corona, BPJS
Presiden Jokowi (kaltim.tribunnews.com)
Kalau dilihat dari manfaat yang diterima masyarakat terhadap BPJS sebetulnya secara obyektif kenaikan iuran tersebut tidak terlalu besar. Di sisi lain saya juga mengakui manfaat BPJS kepada masyarakat yang membutuhkan.

Lalu kenapa saya tidak setuju dengan kebijakan itu? Berikut pertimbangan saya:

PERTAMA:

Dalam kondisi darurat pandemi Covid-19 seluruh masyarakat Indonesia sedang dicekam kekhawatiran terpapar virus corona dan dampak sosial ekonomi yang terjadi dimana hampir seluruh level sosial masyarakat terpuruk, kebijakan Pemerintah untuk menaikkan iuran BPJS sudah pasti menimbulkan gelombang resistensi dari sebagian besar masyarakat. Pemerintah pasti dianggap tidak punya empati. Dus artinya secara psikologis kebijakan itu tidak tepat waktu.

KEDUA:

Seperti kita ketahui bahwa Pemerintah pernah ada upaya untuk menaikkan iuran BPJS melalui Perpres nomor 75 tahun 2019. Namun karena uji materi (judicial review) yang dilakukan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), kebijakan kenaikan iuran tersebut telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) melalui putusan MA Nomor 7/P/HUM/2020.

Perpres terbaru nomor 64 tahun 2020 tentang kenaikan iuran BPJS jilid 2 ini sudah pasti akan menuai gugatan uji materi lagi. Prediksi saya Perpres tersebut berpotensi untuk dibatalkan kembali oleh MA, karena MA sudah punya jurisprudensi dari keputusan MA terdahulu. Kalau hal Ini terjadi, dimana dua kali Perpres dengan obyek yang sama dibatalkan, maka yang muncul kesan di publik maupun secara politis adalah kewibawaan Pemerintah cq Presiden seolah terdegradasi. Hal ini yang saya khawatirkan.

KETIGA:

Kenaikan iuran BPJS tidak menjamin keuangan BPJS akan sehat atau membaik. Berdasarkan pengalaman sebelumnya beberapa kali Pemerintah telah menginjeksi dana trilyunan rupiah untuk BPJS ternyata neraca keuangan BPJS tetap berdarah-darah. Di sini saya melihat ketidakmampuan manajemen khususnya direksi BPJS dalam melakukan tata kelola program Jaminan Kesehatan Nasional.

Menaikkan iuran BPJS saat ini seperti menuang air ke kapal bocor karena kesalahan dan ketidakmampuan nakhoda dalam mengemudikan kapal. Seharusnya prioritas utama yang harus dilakukan Pemerintah saat ini adalah melakukan audit forensik menyeluruh terhadap tata kelola BPJS kemudian memperbaikinya dan mengganti nakhoda BPJS. Karena saat ini tercium kuat aroma inefisiensi pengelolaan BPJS. Kalau tata kelola dan pelayanan BPJS sudah efisien dan sudah mendapat kesan baik pula dari masyarakat kenaikan iuran BPJS tidak ada masalah.

Itulah ketiga alasan mengapa saya tidak setuju dengan kebijakan Presiden Jokowi untuk menaikkan iuran BPJS saat ini. Bukan berarti saya tidak tahu kondisi keuangan Pemerintah atau BPJS. Namun harus ada strategi dan cara yang lebih cerdas agar rencana kenaikan iuran BPJS itu dapat diterima oleh seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat. Di sisi ini saya menyayangkan lemahnya strategi komunikasi publik dari para pembantu Presiden. Mereka terlihat kurang persuasif dan tampak sengaja memposisikan Presiden sebagai sasaran tembak.
 
Iura BPJS, Presiden Jokowi, Jokowi, Joko Widodo, Rudi S Kamri, Covid-19, Virus Corona, corona, BPJS
Rudi S. Kamri, Chairman RdS Istitute Jakarta, pemerhati sosial & politik (dok. Rudi)
Saran saya, evaluasi kenaikan iuran BPJS dengan terlebih dahulu membenahi sistem tata kelola BPJS. Dan yang lebih penting direksi BPJS sekarang yang sudah terbukti gagal menakhodai kapal BPJS, mengapa mesti dipertahankan?

Siapa tahu dengan penggantian direksi yang lebih kualified dan perbaikan tata kelola manajemen BPJS, tidak perlu ada kenaikan iuran?

Salam SATU Indonesia

15052020

Comments

Popular posts from this blog

Rupiah kembali perkasa di tengah dahsyatnya Covid-19 di negeri Donald Trump

Job Vacancy as a Barista

Anies Baswedan Menyebarkan Post Truth? Di Mana Juru Bicara Negara?

Information