Anies Baswedan Menyebarkan Post Truth? Di Mana Juru Bicara Negara?
Merupakan ciri khas seorang Rudi S. Kamri ketika menulis sebuah artikel. Pasti ada hal penting yang perlu diketahui publik. Tulisan Rudi kali ini cukup menggugah di tengah badai Virus Corona yang belum berlalu.
Kenapa ini dianggap penting oleh Rudi S. Kamri yang merupakan pemerhati politik yang tulisannya sangat tajam dalam mengupas suatu isue penting di Indonesia. Kali ini tentang Anies Baswedan, yang dikenal sebagai Gubernur DKI Jakarta, terkait narasi Anies di media asing. Sebagaimana diketahui Anies Baswedan adalah mantan Mendikbud yang tidak menuntaskan tugasnya sampai selesai karena direshuffle oleh oleh Presiden Joko Widodo.
Seebaiknya kita simak saja tulisan Rudi S. Kamri yang pasti menarik untuk disimak.
Gubernur DKI Jakarta Menyebarkan Post Truth,
Kemana Juru
Bicara Negara?
Oleh:
Rudi S Kamri
Gubernur DKI Jakarta membual dengan narasi penuh
kebohongan di The Sydney Morning Herald media Australia. Semua materi narasi
yang dibuat Gubernur DKI Jakarta tersebut penuh kebohongan dan fitnah kepada
Pemerintah Pusat. Mulai dilarang melakukan tracking dan test corona di Jakarta
pada Januari 2020 padahal dia baru singgung masalah Covid-19 pada Februari
2020. Sampai punya data korban meninggal akibat Covid-19 yang lebih banyak
dibanding Pemerintah Pusat. Data yang dia punya katanya diambil dari data pemakaman.
Padahal semua orang paham tidak semua orang meninggal saat ini akibat Covid-19.
Pertanyaan sederhana, apa respons Pemerintah Pusat
terkait ujaran palsu atau 'fake News' dari Gubernur DKI Jakarta? Dimana para
Juru Bicara Presiden seperti Fadjroel Rahman, Dini Purwono dan Angkie Yudistia?
Mengapa mereka bungkam?
Tiga pertanyaan sederhana ini wajar saya ungkapkan karena
Gubernur DKI Jakarta terindikasi sedang memainkan strategi Post Truth.
Kebohongan yang berulang- ulang disuarakan apabila tidak ada sanggahan akan
berpotensi dipercayai publik sebagai sebuah kebenaran.
Anies Baswedan (mediaindonesia.com) |
Pada saat suara juru bicara resmi negara absen, terlihat
para Tenaga Ahli Utama dan Deputi KSP bebas menggelar panggung narasi. Mereka
laris manis dikejar juru warta media televisi maupun juru warta media tulis.
Namun karena publik belum sepenuhnya percaya dengan kualitas dan kapasitas
mereka, masyarakat termasuk saya tidak menyakini yang mereka suarakan benar-
benar suara resmi Istana.
Hal ini merupakan PR besar bagi strategi komunikasi
publik dari Presiden. Karena sebelumnya masyarakat sudah terlanjur diberikan
informasi bahwa Presiden Jokowi sudah menunjuk para juru bicara resmi Presiden
yang berstatus Staf Khusus Presiden bidang komunikasi. Fadjroel Rahman diberi
tugas sebagai juru bicara bidang politik dan umum, Dini Purwono juru bicara
bidang hukum dan Angkie Yudistia sebagai juru bicara bidang sosial.
Presiden Jokowi harus menyampaikan ke publik tentang hal
silang sengkarut komunikasi publik Pemerintah. Agar masyarakat bisa percaya
narasi mana yang perlu didengar dan dipercayai serta narasi mana yang perlu
dibuang ke tempat sampah. Di samping itu strategi komunikasi publik negara yang
dibangun Presiden seharusnya menguasai informasi publik secara dominan, bukan
sekedar hanya sebagai pemadam kebakaran semata.
Presiden Jokowi juga harus menentukan siapa dari pihak
Pemerintah Pusat yang harus meng-counter dan meluruskan narasi bengkok para
oposan resmi maupun oposan internal Pemerintah seperti yang sering dibangun
oleh Gubernur DKI Jakarta. Kalau hal ini dibiarkan merajalela, masyarakat akan
kebingungan dan ujungnya akan melahirkan 'distrust' terhadap informasi publik
yang beredar.
Jangan sampai suara Istana disuarakan oleh para Tenaga
Ahli Utama dan Deputi KSP yang tidak punya kewenangan dan kapasitas untuk
menjadi juru bicara negara. Jangan pula dibiarkan netizens berjibaku sendiri
melawan narasi Post Truth yang merajalela salah satunya yang dibangun Gubernur
DKI Jakarta, tanpa panduan dan arah yang jelas.
Mudah-mudahan Presiden Jokowi mengerti dan memahami
keresahan yang sedang terjadi di masyarakat saat ini terkait informasi publik
yang beredar liar.
Salam SATU Indonesia
09052020
Rudi S. Kamri
Comments
Post a Comment