Perjuangan Kartini: Kebebasan Pikiran Dan Kesetaraan Peran, Bukan Pakaian
Barangkali ini untuk kali pertama Hari Kartini pada 21 April 2020 tidak dihebohkan dengan peragaan busana Nusantara, terutama tampilnya para perempuan Indonesia, tua dan muda, juga anak-anak yang mengenakan Kebaya Ala Kartini.
Dian Sastro Wardoyo berperan sebagai Kartini pada sebuah film Indonesia untuk mengenang jasa Ibu Kartini (Dok. Istimewa) |
Semua orang, bahkan para pria pun sibuk mengucapkan selamat Hari Kartini di media sosial kepada rekan-rekan perempuan Indonesia. Mereka turut berbahagia karena cita-cita Ibu Kartini kelahiran Jepara, Jawa Tengah sebagian telah terwujud. Dibandingkan dengan Amerika Serikat yang konon negara demokrasi paling juara itu pun belum punya presiden perempuan, tapi nyaris - karena Hillary Clinton dikalahkan Donald Trump, milyader properti itu.
Tentu kemeriahan Hari Kartini yang gagal terwujud pada tahun ini gara-gara Covid-19 atau Virus Corona, justru para perempuan Indonesia bisa berkebaya di rumah sambil stay at home, bahkan melanjutkan working from home.
Rudi S. Kamri pada sebuah acara budaya bersama Cilla di sebuah mall terkenal di Jakarta Selatan (New Inspiration Channel) |
Namun, lebih dari itu, yang masih harus direnungkan adalah apakah emansipasi yang dicita-citakan Ibu Kartini atau lengkapnya Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat, yang lahir pada abad XIX, tepatnya 21 April 1879, apakah sudah diperjuangkan dengan baik dan benar?
Karena itu ayo kita renungkan bersama Rudi S. Kamri, penulis dan nara sumber terkenal di berbagai seminar yang juga merupakan seorang aktivis dan pemerhati sosial dan politik. Ternyata Rudi yang berkumis ini juga punya kepedulian pada kemajuan perempuan Indonesia di era digital ini.
Perjuangan Kartini: Kebebasan Pikiran Dan Kesetaraan
Peran, Bukan Pakaian
Oleh:
Rudi S Kamri
Mari kita bayangkan, kira-kira apa yang dipikirkan RA Kartini 'di atas sana', saat
persepsi sebagian perempuan Indonesia dan bahkan Pemerintah selama ini hanya
menyederhanakan peringatan hari Kartini dengan upacara seremonial kaum
perempuan yang sekedar berdandan cantik dan berkebaya?
Peringatan hari Kartini kita tahu tidak identik dengan
hari berkebaya nasional. Memperingati kelahiran dan perjuangan Kartini
seharusnya bukan sekedar melakukan gerakan artifisial semata. Namun hakekatnya
adalah merenungkan, memperingati dan mensyukuri hasil perjuangan Kartini.
Cita-cita besar Kartini, bukan sekedar perempuan bisa
meraih deretan gelar pendidikan atau tingginya jabatan. Bukan juga sekedar
perempuan berbusana luwes kebaya. Tapi Kartini menginginkan kaum perempuan
membebaskan diri dari belenggu dominasi kekuasaan laki-laki serta mempunyai hak
dan ruang kesetaraan peran untuk menentukan arah dan tujuan perjalanan masa
depan dirinya, keluarganya dan bangsanya.
Mimpi seorang Kartini, Perempuan Indonesia menjadi tangguh,
mandiri dan mampu berperan membuka pintu cakrawala pemikiran dan memberi bekal
bagi generasi anak bangsa dengan balutan cinta dan doa. Namun tetap lurus dan
tawadu' dalam kodratnya. Tanpa harus selalu tampil di depan, tanpa harus
meminta pengakuan, tanpa mengharap pujian. Karena itulah hakekat keikhlasan
dalam menjalankan kesetaraan peran.
Semoga semangat dan tata nilai perjuangan Kartini tetap
menjadi roh perjalanan perempuan Indonesia di dalam peran dan profesi apapun.
Dan kita berharap perempuan Indonesia memahami bahwa hakekat perjuangan Kartini
itu adalah kebebasan pikiran dan kesetaraan peran bukan sekedar pakaian.
Hal penting lain yang perlu kita catat, bahwa ternyata
untuk mendapatkan hak kesetaraan dan kebebasan pikiran itu perlu perjuangan.
Dan Kartini telah berhasil membuktikan.
Selamat mensyukuri perjuangan Kartini, sahabat perempuan
Indonesia 🙏🙏
Salam SATU Indonesia
21042020
Comments
Post a Comment